Terungkap, Detak Jantung Pebalap MotoGP Jauh Lebih Ekstrem dari Pebalap F1
Valentino Rossi dan Lewis Hamilton kala bertukar kendaraan balap dalam sebuah event
Berita MotoGP: Balapan MotoGP dan Formula 1 sama sama menuntut ketahanan fisik luar biasa. Namun data medis terbaru menunjukkan detak janjung dan beban tubuh pebalap MotoGP jauh lebih ekstrem, terutama dari sisi kardiovaskular.
Tantangan fisik seorang pebalap MotoGP kerap kali luput dari perhatian publik. Kecepatan tinggi, risiko cedera, serta durasi balapan yang panjang membuat tubuh bekerja dalam kondisi ekstrem. Fakta ini kembali disorot setelah juara dunia di musim 2024, Jorge Martin, membagikan data detak jantungnya usai balapan.
Martin sempat absen panjang akibat cedera serius. Ia baru kembali membalap pada seri Qatar dan kembali mengalami kecelakaan. Comeback penuh baru ia jalani di GP Ceko setelah absen tujuh seri selama lebih dari tiga bulan. Tantangan terbesarnya bukan hanya adaptasi dengan motor Aprilia, tetapi mengembalikan kondisi fisik ke level tertinggi.
Usai balapan di GP San Marino, balapan kelima sejak comeback, Martin menunjukkan data dari perangkat kebugarannya kepada awak media. Menurut jurnalis Simon Patterson, detak jantung Martin sempat menembus angka 190 denyut per menit selama balapan 27 lap tersebut.
“Dia sangat yakin dengan kondisi fisiknya. Bahkan saat sesi media, dia menunjukkan data dari aplikasinya bahwa detak jantungnya mencapai 192 denyut per menit,” ungkap Patterson.
Yang menarik, pada akhir pekan yang sama hadir pula pebalap Formula 1 sekaligus juara dunia, Lando Norris. Keduanya saling membandingkan data fisik. Hasilnya, detak jantung Norris saat balapan Formula 1 tercatat sekitar 50 denyut per menit lebih rendah dibanding Martin.
Perbedaan ini bukan karena kurangnya beban di F1, melainkan jenis beban yang berbeda. Pebalap F1 lebih banyak mengandalkan kekuatan otot, khususnya leher dan lengan, akibat gaya gravitasi tinggi saat menikung. Sebaliknya, pebalap MotoGP menuntut kerja jantung dan paru paru yang jauh lebih intens karena pergerakan tubuh yang konstan dan minimnya perlindungan aerodinamika.
“Pebalap MotoGP menggunakan sistem kardio jauh lebih besar. Mereka terus bergerak di atas motor, sementara pebalap F1 lebih mengandalkan kekuatan otot,” jelas Patterson.
Kondisi ini turut menjelaskan tingginya risiko cedera di ajang balap motor kasta tertinggi ini. Sepanjang musim 2025, tidak satu pun pebalap Formula 1 absen karena cedera. Sebaliknya, lebih dari separuh pebalap MotoGP tercatat sempat melewatkan setidaknya satu seri akibat cedera.
Valentino Rossi sendiri pernah menegaskan bahwa sensasi adrenalin di grid Moto Grand Prix tidak tertandingi, salah satunya karena risiko fisik yang jauh lebih besar. Data detak jantung ini memperkuat fakta bahwa balap motor grand prix ini bukan sekadar balapan cepat, tetapi juga ujian ekstrem bagi tubuh manusia.